Haaaaaaaaaiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
Serius lama banget udah nggak post.
Akhirnya sekarang keingetan lagi sama ff ini dan bertekad mau menyelesaikannya. (MWAHAHA)
Nggak panjang sih, paling cuma beberapa chapter terus udah deh perjalanannya berakhir.
So yeah, happy reading
***
Seoyeon’s POV
Aku dan Donghae sampai di rumahku tidak lama setelah
kami pamit dari Dorm. Sepanjang perjalanan kami tidak bertukar suara sama
sekali. Tumben sekali namja ini diam saja dari tadi, padahal aku sebenarnya
ingin mendengarnya bicara, topic apapun juga tak masalah asalkan dia mau
memenuhi keinginanku. Dan aku sendiri bingung mau membicarakan apa sehingga
kami diam saja.
Donghae meletakkan sepeda nya tidak jauh dari pintu
masuk rumahku sementara aku membukakan pintu. Lalu kami menerobos masuk sampai
ke ruang makan, tempat dimana orang tua kami sedang mengobrol.
“Aah kalian sudah kembali ternyata.” kata Eomma
“Ne eomma aku sudah pulang. Aku juga membawa Donghae
kerumah.” balasku
“Annyeong haseyo.” sapa Donghae sambil membungkukkan
tubuhnya
“Ya Tuhan. Omonaaaa. Kamu sudah besar ya sekarang,
Donghae. Aigoo tampan sekali seperti mendiang ayahnya.” kata Appa
“Ayo ayo bergabunglah kalian, eomma baru saja mau
mengajak makan malam. Kalian belum makan malam kan?”
“Sebenarnya
sih kami sudah makan tadi di Dorm, Eomma.” kataku
“Benarkah?
Aah yasudahlah kalau begitu kalian naik saja ke atas, bergabung bersama
Oppa-Oppa mu. Sementara kami makan malam disini.” kata Appa
“Ah
sebelum itu, eomma mau bilang bahwa malam ini eomma Donghae akan diantar pulang
oleh Appa, jadi Donghae kamu tidak perlu khawatir. Tolong minta temanmu membawa
Dongsu kemari ya.”
“Ne,
nanti aku akan menelepon temanku.”
“Kalau
begitu kami permisi dulu.” ijinku
Aku
berjalan menuju tangga dan naik ke lantai 2 rumahku, dimana kamarku dan kamar kedua
oppa berada dengan Donghae mengikutiku dari belakang. Lalu kami berjalan menuju
kamar Oppa ku dalam diam. Aneh. Aku merasa sangat awkward. Kulirik namja yang
ada di sebelahku sekarang dan ekspresi wajahnya sama saja, tidak ada yang
berubah. Lalu aku memutuskan untuk membuka pintu kamar Oppa dan mereka
menyambut kami. Lalu aku duduk dalam diam di kasur Oppa sementara Donghae dan
para Oppa ku berbincang seru tentang game Grand Theft Auto yang sedang
dimainkan oleh Jonghwa Oppa. Setelah beberapa lama aku ingin buang air sehingga
aku keluar dan pergi menuju toilet yang berada disebelah kamar ini.
Setelah
beberapa menit di dalam kamar mandi, aku keluar dan hendak melangkahkan kakiku
menuju kamar Oppa namun mengurungkan niatku begitu pintu kamar Oppa terbuka dan sosok
Donghae muncul dalam penglihatanku.
Hening
Mata
kami bertemu
Dan
masih hening
Aku
terdiam di tempat, mendadak pikiranku kosong dan terasa ringan seolah tidak ada
beban pikiran sama sekali dalam otakku. Pipiku terasa hangat dan tanpa sadar
sudah memerah. Jantungku sedikit demi sedikit mempercepat detaknya hingga
terasa sedikit sakit dan sesak. Pertanyaan demi pertanyaan membanjiri otakku,
seperti ‘Apakah pakaianku rapi? Apakah rambutku tidak berantakan? Bagaimana
penampilanku saat ini?’.
“Gwaenchana?”
tanyanya sambil berjalan terburu-buru menghampiriku
“Eoh?”
hanya itu responku saat aku tersadar dari lamunanku
“Dari
tadi kau melihatku seperti aku ini makhluk halus saja.”
“Mian!
A-aku tadi melamun. Mian!” kataku gugup
“Jinjja?
Kamu sakit?” tanya Donghae sambil menyentuh dahiku dengan telapak tangannya,
“Yah! Kamu sakit?? Kenapa dahimu hangat begini?”
Aku
memegang kedua pipiku, ah benar saja mereka hangat, “Anhiyo, aku tidak sakit.
Mungkin aku hanya kedinginan sedikit saja. Gwaenchanayo! Jangan khawatir.” Lalu
aku berjalan cepat menuju ke kamarku dan berdiri di belakang pintu kamarku
sendiri, melupakan Donghae dan kedua Oppa-ku
Ya
Tuhan aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Tapi sebenarnya aku sedikit demi
sedikit mulai mengerti keadaan ini. Aku memang tidak punya pengalaman dalam
urusan percintaan tapi aku banyak membaca buku novel percintaan saat aku masih
SMP. Semua yang aku rasakan ini mirip dengan apa yang telah kubaca dalam
novel-novel yang telah kubaca. Di dalam novel, tokoh wanita merasakan hal-hal
yang asing ketika ia menyukai tokoh pria. Kalau begitu berarti…
Aku
buru-buru mendekap mulutku. Astaga. Aku menyukai Donghae. Aku menyukainya bukan
sebagai teman, tetapi menyukainya lebih dari itu. Ini menjelaskan kenapa dia
bisa selalu ada di pikiranku selama beberapa waktu ini. Ini menjelaskan kenapa
aku ingin mendengar suaranya saat aku bosan. Ini menjelaskan kenapa aku hanya
memusatkan penglihatanku padanya saat dia ada di dekatku.
Tapi
kemudian muncul suatu pertanyaan di pikiranku. Pertanyaan yang membuatku ragu
dan takut.
“Bagaimana
dengan perasaan Donghae?”
Hey,
apakah aku boleh memiliki perasaan seperti ini kepadanya?
***
Ehh gantung ya? Sorry lah yau
Until next chapter :) Byeeee
I dedicated this fanfiction for myself and my dear friends whom I miss in every single second of my life.
I sincerely hope that you are all happy wherever you are.
0 komentar:
Posting Komentar